
NASIONALISME VS KEMAKMURAN
Catatan Ringan Anak Borneo
Tingkat kehidupan yang lebih maju, tingginya pendapatan per kapita, terbangunnya infrastruktur dasar ; ( air dan listrik, pendidikan dan kesehatan yang murah dan memadai,) jalan yang baik dan memadai , di SPBU tidak pernah ada antre yang panjang atau susah mendapatkan BBM. Ini adalah potret kehidupan saudara-saudara kita di Malaysia Timur ( Negara Bagian Serawak dan Negara Bagian Sabah ) setiap pagi hingga tengah hari para petani pergi berladang menggunakan mobil pribadi dan parkir di tepian jalan yang mulus tanpa lubang sedikitpun.
Potret kehidupan dan kemakmuran di negeri tetangga ini sangat jauh berbeda dengan warga masyarakat Indonesia di Kalimantan Barat, bahkan Kalimantan Timur yang lebih makmur untuk ukuran Republik ini, para petani masih mengandalkan berjalan kaki dengan infrastruktur yang tidak memadai, akses ke pusat kota yang sulit. Untuk berobat dan menyekolahkan anak-anak saja mesti berangkat ke kota yang jaraknya cukup jauh serta melalui jalan Negara yang lebih pantas untuk kubangan babi atau kerbau ditambah lagi terkadang harus melalui jalan tikus, menorobos belantara Kalimantan dan menyusuri sungai dengan perahu atau motor kelotok yang terkadang tidak bisa beroperasi karena susahnya mendapatkan BBM.
Masyarakat di Pulau Borneo adalah masyarakat yang masih terikat pertalian kekerabatan, darah, keluarga dan sanak family, dilahirkan di alam yang sama, tempat yang sama, iklim yang sama. Hanya Negara yang berbeda.
Bicara Nasionalisme…., kita adalah orang Indonesia yang memiliki Republik ini, Lahir, tumbuh berkembang, bekerja dan berusaha, bahkan mati hanya untuk republik tercinta ini. Namun kenapa kita berbeda dari sisi kemakmuran oleh Negara yang jauh lebih muda dari Republik yang sudah berusia 65 tahun ini, adakah yang salah dalam mengelola Republik ini sehingga kemakmuran hanya dirasakan segelintir orang saja ? Ataukah bentuk negara Federasi justru membuat Negara-negara bagian berlomba dalam mengejar peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran, karena mempunyai wewenang yang lebih dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya manusianya masing-masing untuk sepenuhnya mensejahterakan rakyatnya.
Berbahasa Satu Bahasa Indonesia, Bertanah Air Satu Tanah Indonesia, Berbangsa Satu Bangsa Indonesia. Apakah makna sumpah pemuda ini masih relevan ketika perut kita lapar, ketika untuk mendapatkan sesuap nasi saja susah, mendapatkan sekolah yang layak susah, bahkan untuk mendapatkan BBM kita harus antre ber jam-jam bahkan berhari-hari. Padahal manusia hidup memerlukan itu semua. Ataukah kita harus mati demi sebuah nasionalisme ?.
Tidak heran saudara-saudara kita di Perbatasan lebih banyak berkiblat ke Malaysia yang secara ekonomi lebih makmur, banyak yang bekerja, sekolah, bahkan berkeinginan menetap dan menjadi warga Negara Malaysia. Ini terjadi bukan karena mereka tidak Nasionalis, tetapi demi sebuah kemakmuran dan hari depan anak cucu mereka.
Nasionalisme tanpa diikuti dengan pendekatan kesejahteraan dan kemakmuran adalah OKB ( Omong Kosong Belaka )
Semoga catatan ini dapat menjadi bahan refleksi kita semua seluruh warga Negara Indonesia, terutama masyarakat di Pulau Borneo
Medio September 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar